cacarian
Saturday, September 30, 2017
Sunday, July 30, 2017
Friday, May 26, 2017
Edisi awal bulan Ramadhan 1438
Saya yang berNama Muhammad Saidi Bin Ahmad Burhan Bin Muhidin Bin Qasim dan Sekeluaga Mohon minta maaf minta halal dan minta ridha kepada kalian semua ,,, disi saya akan menampilkan foto foto yg masih Tersisa kegiatan Di Langgar Nurul Huda walau foto nya banyak yg kurang jelas kerena hp yg saya gunakan masih hp jadul , tpi itu akan mengingat kan akan kenangan yg masih terasa ,, Kalian pasti akan ku ingat yang telah mewarnai kehidupan kku,,,
Saturday, May 13, 2017
Qashash Al-Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peristiwa yang terikat dengan sebab dan akibat itu sudah sering
terdengar. Bila terjadi malapetaka di Tanah Air seseorang maka orang itu
mengambil ibarat dari berita-berita dimasa lalu. Orang senang menelaahnya guna
untuk mengetahui tentang kekuatan beramal orang-orang dahulu itu maka hal ini
diresapkannya ke dalam jiwanya. Pengajaran yang dituturkan dengan mulut itu
bagus sekali didengar, namun tidak semuanya yang ditangkap oleh pikiran. Tidak
semua yang diturunkan itu masuk ke dalam hati. Tapi ketika orang mengambil
untuk peristiwa yang terjadi maka disini jelas sasarannya. Orang senang
mendengarkannya. Didalam hati orang yang mendengarkannya itu timbul kerinduan
untuk mendengarkannya lebih lanjut, dan berduka cita terhadap hal-hal yang
telah luput. Berpengaruh kepada orang dan dapat dijadikan ibarat dan
pengajaran. Sekarang ada suatu karangan mengenai kisah yang sudah dan menjadi
kesenian khusus dalam ilmu bahasa dan kesusateraan. Orang mentamsilkan kisah
itu seperti roda yang berputar. Bagi orang arab tamsil itu merupakan metode
yang cukup kuat. Yang menyampaikan bentuk kisah itu adalah Al-Qur‟an.
B.
Rumusan
Masalah
1.Apa
pengertian qashashil Al-Qur’an?
2.Bagaimana
sejarah perkembangan qashashil Al-Qur’an?
3.Apa
saja macam-macam qashashil Al-Qur’an?
4.Bagaimana
pengulangan kisah dalam Al-Qur’an?
5.Bagaimana
fungsi qashashil Al-Qur’an?
6.Bagaimana
pandangan ulama terhadap qashashil Al-Qur’an?
C.
Tujuan
Masalah
1.Mengetahui
apa itu qashashil Al-Qur’an.
2.Mengetahui
sejarah perkembangan qashashil Al-Qur’an
3.Mengetahui
macam-macam qashashil Al-Qur’an
4.Mengetahui
pengulangan kisah Al-Qur’an
5.Mengetahui
fungsi qashashil Al-Qur’an
6.Mengetahui
pandangan para ulama terhadap qashashil Al-Qur’an
BAB II
QASHASHIL AL_QUR”AN(KISAH-KISAH
ALQUR’AN)
A.
Pengertian Qashshashil Qur’an
Menurut
bahasa kata qashshash berupa bentuk jamak dari kata qishah, yang berarti
mengikuti jejak atau menelusuri bekas, atau cerita atau kisah. Didalam Alquran,
kata qashshash juga mempunyai tiga arti tersebut, seperti terlihat dalam ayat
64 surah Al-Kahfi yang artinya “ Lalu keduanya mengikuti kembali jejak mereka
sendiri “, dalam ayat ini lafal qashash berarti mengikuti jejak yang sama
dengan menelusuri bekas. Lalu ayat 11 surah Al-Qashash yang artinya “dan
berkatalah Ibu Musa kepada saudari Musa. “ ikutilah dia “. Disini lafal qushi
atau qashash berarti mengikuti. Ayat 62 surah Ali Imran yang artinya “
sesungguhnya ini adalah cerita yang benar “. Dan ayat 111 surah Yusuf yang
artinya “ sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal “.
Menurut istilah, qashshashil qur’an ialah kisah-kisah
dalam al-qur’an yang menceritakan ikhwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau,masa kini dan masa yang
akan datang. Di dalam al-qur’an banyak diceritakan umat-umat dahulu dan sejarah
Nabi
atau para Rasul
serta ikhwal Negara dan perilaku bangsa-bangsa kaum dahulu.[1]
B.
Sejarah Perkembangan Qashshashil Qur’an
Kisah-kisah
Al-Quran pada umumnya mengandung unsur pelaku, peristiwa, dan dialog. Ketiga
unsur ini terdapat pada hampir seluruh kisah Al-Quran seperti lazimnya
kisah-kisah biasa. Hanya saja peran ketiga unsur itu tidaklah sama, sebab boleh
jadi salah satunya hilang. Satu-satunya pengecualian ialah kisah Nabi Yusuf,
yang mengandung ketiga unsur itu dan berbagai menurut teknik kisah biasa. Cara
semacam ini tidak ditemui pada kisah lain. Hal ini karena kisah Al-Quran pada
umumnya bersifat pendek. Berikut ini merupan uraian lebih lanjut ketiga unsur
itu.
1.
Pelaku
Pelaku
kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran tidak hanya manusia, tetapi malaikat,
jin, bahkan burung dan semut.
a.
Binatang
seperti burung dalam kisah Nabi
Sulaiman dan dalam surat An-Naml (27) ayat 18-19 yaitu semut sebagai pelakunya,
dalam surat tersebut dijelaskan semut yang memperingatkan teman-temannya agar
tidak terinjak oleh Nabi Sulaiman dengan bala tentaranya. Contoh lainnya adalah
burung hud-hud yang menjadi mata-mata bagi Nabi Sulaiman untuk memberikan
informasi tentang kerajaan Saba’ yang dipimpin Ratu Balqis. (QS. An-Naml (27)
ayat 20.
b. Malaikat
Contoh
adalah kisah malaikat yang terdapat dalam surat Hud (11) ayat (69-83). Ayat itu
mengisahkan bahwa malaikat-malaikat datang kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Luth
dengan menjelma sebagai tamu. Demikian pula malaikat datang kepada Maryam dalam
bentuk manusia. Sebagaimana dikisahkan dalam surat Maryam (10) ayat 10-21.
c. Jin
Dalam
kisah Nabi Sulaiman, jin digambarkan mempunyai bentuk lain yang gemanya dapat
dilihat pada syair jahili sebelum Nabi Muhammas SAW, terutama syair-syair
An-Nabighah. Dalam kisah ini, diantara jin-jin itu ada yang menjadi tukang
selam, arsitek, pemahat, pembuat patung dan sebagainya, seperti dijelaskan pada
surat Saba’ (34) ayat 12.
d.
Manusia
Dalam
kisah-kisah Al-Quran yang pelakunya berupanya berupa manusia, lebih banyak
diceritakan tentang laki-kisah dari pada wanita. Di antara mereka adalah para
nabi, orang biasa (seperti Firaun), dan lainnya. Adapun pelaku kisah dari
kalangan wanita adalah Maryam dan Hawa. Perlu dicatat bahwa perempuan dalam
Al-Quran selalu disebut dengan kata “orang perempuan“ (imra’ah), baik sudah
menikah maupun belum, sebagaimana dapat dilihat pada surat An-Naml (27)
ayat 23, atau kata “perempuan nuh“, “perempuan Ibrahim”, dan sebagainya.
Satu-satunya
pengecualian dalam hal ini adalah Maryam yang disebutkan namanya dengan jelas.
Hal ini dikarenakan factor tertentu, yakni Nabi Isa telah dianggap oleh
sebagian umatnya sebagai “Putra Allah”. Al-Quran lalu berusaha menghapuskan
anggapan yang salah ini dengan cara menjelaskan bahwa Isa adalah “anak Maryam”
dan bahwa ia dilahirkan dalam keadaan tak berayah, seperti halnya Nabi Adam.
Oleh karena itu, Al-Quran menyebut nama Maryam berulang ulang.
2.
Peristiwa
Hubungan
antara peristiwa dengan pelaku pada setiap kisah amatlah jelas karena kedua hal
itu merupakan unsure-unsur pokok suatu kisah. Tidak dapat dibayangkan adanya
pelaku tanpa peristiwa yang dialaminya. Peristiwa itu sendiri dapat dibagi
menjadi tiga bagian :
a.
Peristiwa yang berkelanjutan
Misalnya, seorang nabi diutus
kepada suatu kaum, kemudian mereka mendustakannya dan meminta ayat-ayat (bukti)
yang menunjukkan kebenaran dakwah dan kerasulannya. Kemudian datanglah ayat
(bukti) yang mereka minta, tetapi mereka tetap saja mendustakannya.
b. Peristiwa
yang dianggap luar biasa
Yaitu
peristiwa-peristiwa yang didatangkan Allah melalui par rasul-Nya sebagai bukti
kebenarannya, seperti mukjizat-mujizatnya para Nabi.
c. Peristiwa
yang dianggap biasa
Yaitu
peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh,
baik rasul maupun bukan, sebagai manusia biasa yang makan dan minum.
3.
Percakapan (Dialog)
Tidak
semua kisah mengandung percakapan, seperti kisah yang bermaksud menakut-nakuti,
tetapi ada pula kisah yang sangat menonjol percakapannya seperti kisah Nabi
Adam as dalam surat Al-A’raf (7) ayat 11-25, surat Thaha (20) ayat 9-99, dan
lainnya.
Terkadang Alqur’an menceritakan kejadian manusia pertama
Nabi Adam dan kehidupannya, menerangkan kenikmatan surga dan siksaan neraka
diakhirat, sebagaimana sering menjelaskan tugas dan nama-nama para malaikat
serta keadaan hari kiamat dan sebagainya.
Kisah-kisah itu sering didengarkan oleh bangsa Arab dan
pakar-pakar sejarah dari berbagai bangsa yang lain, dari para ahli kitab,
orang-orang Yahudi dan Nasrani serta orang kafir Quraisy. Bagi orang-orang
kafir, cerita-cerita Alqur’an itu menjadi bahan fitnahan dan tertawaan,
sedangkan bagi orang mukmin menambah keimanan.
Tetapi orang-orang musyrik Quraisy mempermasalahkan
kisah-kisah Alqu’an itu. Mereka menanyakan, dari mana Muhammad mempunyai
pengetahuan sejarah yang begitu luas? Padahal dia hidup di lingkungan bangsa
yang kebanyakan ummi, tidak pandai menulis dan membaca. Apakah ada malaikat
yang turun mengajari Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul?
Seolah-olah orang Quraisy tidak mengenal beliau sebelum menjadi Nabi atau
Raasul selama 40 tahun lamanya.
Sebenarnya, orang-orang musyrik Quraisy tersebut sudah
mengenal Nabi sejak kecil. Mereka mengenal Muhammad sebagai orang yang mendapat
julukan al-amin (orang yang terpercaya). Apakah mengherankan kalau kemudian dia
diajari Allah Dzat Yang Maha Mengetahui, sehingga dalam Alqu’an banyak
kisah-kisah Nabi yang dahulu.[2]
C.
Macam-macam Qashshashil Qur’an
1.
Dilihat
dari Sisi Pelaku
Manna’ Al-Qaththan, membagi
qashash (kisah-kisah) Al-Quran dalam tiga bagian, yaitu :
a) Kisah
para nabi terdahulu
Bagian ini
berisikan ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat dari Allah yang
memperkuat dakwah mereka, sikap orang-orang yang memusuhinya, serta
tahapan-tahapan dakwah, perkembangannya, dan akibat yang menimpa orang beriman
dan orang yang mendustakan para nabi. Contohnya adalah kisah Nabi Nuh , Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad dan nabi-nabi serta rasul-rasul
lainnya.
b) Kisah yang
berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak
disebutkan kenabiannya.
Seperti
kisah orang-orang yang keluar dari kampong halamannya, Thalut dan Jalut,
anak-anak Adam, penghuni gua, Dzulkarnain, Qarun, Ashab As-Sabti (para
pelanggar ketentuan hari Sabtu), Maryam, Ashab Al-Ukhdus, Ashab Al-Fiil
(Pasukan Abrahah yang berkendaraan kuda ketika menyerang Ka’bah), dan
lain-lain.
c) Kisah-kisah
yang terjadi pada masa Rasulullah
Seperti kisah perang Uhud, Tabuk, Badar, kisah hijrah Rasulullah
dan pengikutnya ke Madinah, Isra’ dari masjid Al-Haram ke Al-Aqsa dan
sebagainya.
2.
Dilihat dari Panjang Pendeknya
Dilihat
dari panjang pendeknya, kisah-kisah Al-Quran dapat dibagi dalam tiga bagian :
a.Kisah
panjang contohnya kisah Nabi Yusuf dalam surat Yusuf (12) yang hampir seluruh
ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf, sejak masa kanak-kanaknya sampai
dewasa dan memiliki kekuasaan. Contoh lainnya adalah kisah Nabi Musa dalam
surat Al-Qashash (28), kisah Nabi Nuh dan kaumnya dalam surat Nuh (71) dan
lain-lain.
b.Kisah yang lebih pendek dari bagian yang pertama,
seperti kisah Maryam dalam surat Maryam (19), kisah Ashab Al-Kahfi pada surat
Al-Kahfi (18), kisah Nabi Adam dalam surat Al-Baqarah (2) dan surat Thaha (20),
yang terdiri atas sepuluh atau beberapa belas ayat saja.
c.Kisah pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari
sepuluh ayat, misalnya kisah Nabi Hud dan Nabi Luth dalam surat Al-A’raf (7)
kisah Nabi Shalih dalam surat Hud (11), dan lain-lain.
3.
Dilihat dari jenisnya
Menurut M. Khalafullah, dilihat dari segi jenisnya
kisah-kisah Al-Quran dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :Kisah
sejarah, yakni kisah yang berkisar tentang tokoh-tokoh sejarah, seperti para
nabi dan rasul.
b. Kisah
perumpamaan, yakni kisah yang menyebutkan suatu peristiwa untuk menerangkan dan
memperjelas suatu pengertian. Peristiwa itu tidak benar-benar terjadi, tetapi
hanya perkiraan dan khayalan semata.
c. Kisah
asatir, yakni kisah yang didasarkan atas suatu asatir. Pada umumnya, kisah
semacam ini bertujuan mewujudkan tujuan-tujuan ilmiah atau menfsirkan,
gejala-gejala yang ada, atau menguraikan sesuatu persoalan yang sukar diterima
akal.
Dalam
versi lain, Muhammad Qutub membagi kisah Al-Quran dalam tiga macam, yaitu :
·
Kisah lengkap yang memuat tempat,
tokoh dan gambaran peristiwa yang berlaku serta akibat yang timbul dari hal
tersebut, seperti kisah Nabi Musa dan Fir’aun.
·
Kisah yang hanya menggambarkan
peristiwa yang terjadi, tetapi tidak mengungkapkan nama tokok pelaku atau
tempat berlangsungnya peristiwa, seperti kisah kedua putra Nabi Adam as.
·
Kisah yang diutarakan dalam
bentuk percakapan atau dialog tanpa menyinggung dan tempat kejadian. Misalnya,
kisah dialog yang terjadi antara seorang kafir yang memiliki dua bidang kebun
yang luas dan kekayaan yang berlimpah dengan seorang mukmin.[3]
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an bermacam-macam ada yang menceritakan para Nabi dan
umat-umat dahulu, dan ada yang mengisahkan berbagai macam peristiwa dan
keadaan, dari masa lampau,masa kini,ataupun masa yang akan datang.
1.
Ditinjau dari Segi Waktu
Ditinjau
dari segi waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam Alqur’an, maka
qashshashil Qur’an itu ada tiga macam, diantaranya :
a. Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu
Yaitu, kisah
yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca
indera, yang terjadi dimasa lampau. Contohnya seperti kisah-kisah nabi Nuh,
Nabi Musa, dan kisah Maryam.
b. Kisah
hal-hal ghaib pada masa kini
Yaitu, kisah
yang menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu
dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan yang menyingkap
rahasia orang-orang munafik. Contohnya seperti kisah yang menerangkan tentang
Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, dan siksaan
neraka, kenikmatan surga, dan sebagainya. Kisah-kisah tersebut dari dahulu
sudah ada, sekarang pun masih ada dan hingga masa yang akan datang pun masih
tetap ada.
c. Kisah
hal-hal ghaib pada masa yang akan datang
Yaitu, kisah
yang menceritakan peristiwa akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya
Alqur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Karena itu, pada
masa sekarang ini, berarti peristiwa yang dikisahkan itu telah terjadi.
Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas Persia, yang diterangkan ayat
1-2 surah Ar-Rum. Dan seperti mimpi Nabi bahwa beliau akan dapat masuk Masjidil
Haram bersama para sahabat, dalam keadaan sebagian mereka bercukur rambut dan
yang lain tidak. Pada waktu perjanjian Hudaibiyah, Nabi gagal masuk Mekkah,
sehingga diejek orang-orang Yahudi, Nasrani, dan kaum Munafik, bahwa mimpi Nabi
itu tidak terlaksana. Contoh lain seperti jaminan Allah terhadap kselamatan
Nabi Muhammad SAW dari penganiayaan orang, meski banyak orang yang mengancam
akan membunuhnya.
2. Ditinjau dari Segi
Materi
Jika ditinjau dari segi materi yang diceritakan, maka
kisah Alqur’an itu terbagi menjadi tiga macam, sebagai berikut :
a.
Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka,
dan penentang serta pengikut mereka. Contohnya, seperti kisah Nabi Adam, Nabi
Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad SAW dan lain-lain.
b.Kisah
orang-orang yang belum tentu Nabi dan kelompok-kelompok manusia tertentu.
Contohnya seperti kisah Luqmanul hakim, Qarun, Thaluth, Yaqut, Ashabul Kahfi,
Ashabul Fiil, Ashabus Sabti, dan lain-lain.
c.
Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dizaman
Rasulullah SAW. Contohnya seperti kisah Perang Badar, Perang Uhud, Perang
Hunain, Perang Tabuk, Perang Ahzab, Hijrah dam Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
D. Pengulangan kisah dalam Al-Quran
Al-Quran
banyak mengandung kisah yang pengungkapannya diulang-ulang di beberapa tempat.
Berikut ini dikemukakan contoh pengulangan itu :
1)
Kisah Iblis tidak mau tunduk
kepada Adam: surat Al-Baqarah (2) ayat 34, surat Al-A’raf (7) ayat 11, surat
Al-Hijr (15) ayat 31, surat Al-Isra’ (17) ayat 61, surat Al-Kahfi (18) ayat 50,
surat thaha (20) ayat 116, surat Shad (38) ayat 74.
2)
Kisah Kaum Nabi Luth yang
melakukan perbuatan homoseks: surat Al-A’raf (7) ayat 80, 81, surat Hud (11)
ayat 78, surat An-Naml (27) ayat 54-55, surat Al-Ankabut (29) ayat 29.
3)
Kisah istri Nabi Luth yang
dibinasakan: surat Al-A’raf (7) ayat 83, surat Hud (11) ayat 81, surat Al-Hijr
(15) ayat 60, surat Asy-Syura (26) ayat 171, surat An-Naml (27) ayat 57.
4)
Kisah Nabi Musa dan tongkatnya :
surat Al-Baqarah (2) ayat 60, surat Al-A’raf (7) ayat 107 dan 117, surat Thaha
(20) ayat 18, 20 dan 22, surat Asy-Syura (26) ayat 63, surat An-Naml (27) ayat
10, dan surat Al-Qashash (28) ayat 31.
5)
Kisah percakapan Nabi Musa dengan
Fir’aun: surat Al-A’raf (7) ayat 104-106, surat Thaha (20) ayat 49-53, 57, 58.
6)
Kisah malaikat yang bertamu ke
rumah Nabi Ibrahim: surat Hud (11) ayat 69-76, surat Al-Hijr (15) ayat 51,-58,
dan surat Adz-Dzariyyat (51) ayat 24-29.
7)
Kisah percakapan Nabi Ibrahim
dengan bapaknya: surat Al-An’am (6) ayat 74, surat Maryam (19) ayat 42, 43, 45,
46, 47, 48, surat Al-Anbiya (21) ayat 62, surat Asy-Asyura (26) ayat 70-82, dan
surat Ash-Shaffat (37) ayat 85.
8)
Kisah Nabi Ibrahim menerima
kelahiran Ishaq: surat Hud (11) ayat 71, surat Ash-Shaffat (37) ayat 112, 113,
surat Adz-Dzariyyat (51) ayat 28.
9)
Kisah Nabi Sulaiman dapat
menundukkan angin: surat Al-Anbiya (21) ayat 81, surat Shad (38) ayat 36, dan
surat Saba’ (34) ayat 12.
10)
Kisah orang Yahudi yang menyembah
sapi: surat Al-Baqarah (2) ayat 51, 92, 93, surat An Nisa’ (4) ayat 153, surat
Al-A’raf (7) ayat 148, surat Thaha (20) ayat 88.
11)
Kisah Ya’juj dan Ma’juj: surat
Al-Kahfi (18) ayat 94, surat Al-Anbiya (21) ayat 96.
Dalam
hal ini, Manna Al-Qaththan menjelaskan hikmah pengulangan kisah-kisah Al-Quran
sebagai berikut
1.
Menjelaskan ketinggian kualitas
Al-Quran
Di
antara keistimewaan suatu bahasa adalah pengungkapan suatu makna dalam berbagai
bentuk yang berbeda-beda. Kisah yang berulang itu diceritakan kembali di setiap
tempat dengan gaya dan pola yang berbeda sehingga tidak menyebabkan kejenuhan.
Bahkan, pengulangan itu dapat menambah arti baru yang tidak didapatkan pada
tempat lain.
2.
Memberikan perhatian yang besar
terhadap kisah untuk menguatkan kesan dalam jiwa
Sesunggunya pengulangan ini
merupakan salah satu cara menggolongkan dan menunujukkan perhatian yang besar.
Hal itu umpamanya dapat dilihat dalam kisah Nabi Musa dengan Fir’aun. Kisah ini
menggambarkan pertentangan antara kebenaran dan kebatilan dalam format
penyajian yang sempurna walaupun sering diulang-ulang.
3.
Menunjukkan kehebatan mukjizat
Al-Quran
Yaitu menyebutkan suatu makna
dalam berbagai bentuk susunan. Ini membuktikan bahwa Al-Quran datang dari Allah
dan juga memperlihatkan suatu tantangan.
4.
Memperlihatkan adanya perbedaan
tujuan diungkapkannya kisah tersebut
Meskipun kisah-kisah Al-Quran
mengalami banyak pengulangan, penyebutan kisah-kisah tersebut pada tiap tempat
berbeda-beda.
E. Faedah Qashashil Al-Quran
Banyak
faedah yang terdapat dalam qashash (kisah-kisah) Al-Quran sebagaimana yang
diutarakan Manna Al-Qaththan berikut ini.
1.
Meneguhkan hati Rasulullah dan
hati umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta menguatkan kepercayaan
orang-orang yang beriman melalui datangnyabpertolongan Allah dan hancurnya
kebatilan beserta para pendukungnya.
2.
Menjelaskan prinsip-prinsip
dakwah dan pokok-pokok syariat yang dibawa setiap nabi.
3.
Membenarkan nabi-nabi terdahulu
dan mengingatkan kembali jejak-jejak mereka.
4.
Memperlihatkan kebenaran Nabi
Muhammad dalam penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
5.
Membuktikan kekeliruan ahli kitab
yang telah menyembunyikan keterangan dan petunjuk. Di samping itu, kisah-kisah
itu memperlihatkan isi kitab suci mereka sesungguhnya, sebelum diubah dan
direduksi.
6.
Kisah merupakan salah satu bentuk
sastra yang menarik bagi setiap pendengarnya dan memberikan pengajaran yang
tertanam dalam jiwa.
F. Pandangan para ulama terhadap qashashil Al-Quran
Berkaitan
dengan penuturan nama dan gelar dalam kisah-kisah di dalam Al-Quran, ada sebuah
persoalan penting yang harus dijadikan jawabannya. Misalkan, suatu kisah di
dalam Al-Quran yang menyebutkan nama-nama pelaku khusus, apakah hanya berlaku
bagi para pelaku kisah tersebut, ataukah berlaku secara umum bagi siapa saja?
Dengan kata lain, apakah ayat itu berlaku secara khusu atau umum?
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa hal yang harus dijadikan pertimbangan adalah keumuman
redaksi, bukannya kekhususan sebab. As-Suyuthi, memberikan alasan bahwa
pertimbangan itulah yang dilakukan oleh para sahabat dan golonga lain. Ini
dapat dibuktikan antara lain pada ayat zhihar dalam kisah Salman bin Shakhar,
ayat li’an dalam kisah Hilal bin Umayyah, dan ayat qadzaf dalam kisah tuduhan
terhadap Aisyah. Penyelesaian terhadap kasus-kasus trsebut diterapkan pula
terhadap peristiwa lain yang serupa.
Ibn
Taimiyyah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan
kisah tertentu, bahkan menunjuk pribadi seseorang namun, berlaku umum.
Misalnya, surat Al-Maidah (5) ayat 49 tentang perintah kepada Nabi untuk
mengadili secara adil. Ayat ini sebenarnya diturunkan berkenaan dengan kasus
Bani Quraidzah dan Bani Nadhir. Namun, menurut Ibn Taimiyyah, tidak benar jika
dikatakan bahwa perintah berlaku adil bagi Nabi itu hanya ditujukan terhadap
dua kabilah itu.
Penjelasan
mengenai penyebutan nama pelaku kisah, atau hakikat kisah itu sendiri,
dikemukakan pula oleh Kuntowijoyo, Thaha Husein, dan Asy-Syarabashi.
Kuntowijoyo memandang bahwa pada dasarnya kandungan Al-Quran itu terbagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi
kisah-kisah sejarah dan amtsal. Bagian pertama dimaksudkan untuk membentuk
pemahaman yang kemprehensif mengenai nilai-nilai ajaran agama islam, sedangkan
bagian kedua dimaksudkan sebagai ajakan melakukan perenungan untuk memperoleh
hikmah. Kisah kesabaran Nabi Ayub misalnya, menggambarkan tipe sempurna
mengenai betapa gigihnya kesabaran orang beriman ketika menghadapi cobaan
apapun. Kisah kezaliman Fir’aun menggambarkan archetype mengenai kejahatan
tirani pada masa paling awal yang pernah dikenal manusia. Kisah kaum Tsamud
yang membunuh unta milik Nabi Shaleh lebih menggambarkan archetype mengenai
penghianatan masal oleh konspirasi-konspirasi kafir.
Ungkapan
yang hampir senada diungkapkan pula oleh Asy-Syarabashi. Ia menjelaskan bahwa
kisah-kisah dalam Al-Quran tidak dimaksudkan sebagai uraian sejarah lengkap
tentang kehidupan bangsa atau pribadi tertentu, tetapi sebagai bahan pelajaran
bagi umat manusia.
Thaha
Husein, yang terkenal dengan pendapat-pendapatnya yang controversial
dan sekularistik, lebih tertarik membahas apakah pelaku-pelaku kisah didalam
Al-Quran itu pernah ada atau hanya khayalan semata. Dengan mengambil contoh
kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ia berkesimpulan demikian:
“Taurat
telah mengisahkan kepada kita tentang Ibrahim dan Ismail, demikian juga
Al-Quran. Akan tetapi, munculnya kedua nama tokoh itu dalam Tauran dan Al-Quran
tidak menjamin keberadaan keduanya secara historis. Kita terdorong untuk
melihat keduanya di dalam sejarah sebagai suatu jalan untuk menetapkan hubungan
antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab di satu pihak, serta agama Islam
dan agama Yahudi, Al-Quran dan Taurat, dipihak yang lain.”
Tidak
hanya itu, Thaha Husein pernah mengatakan bahwa hijrahnya Ibrahim ke Mekah yang
kemudian mengembangkan bangsa Arab musta’rabah hanyalah fiksi belaka. Maka,
wajarlah jiksa para ulama konsevatif menganggap gagasan-gagasannya itu sebagai
usaha melemparkan keraguan keotentikan Al-Quran. Bahkan, Rasyid Ridha telah
menuduhnya keluar dari Islam.
Benang
merah yang dapat ditangkap dari pendapat ketiga orang di atas adalah hal
terpenting dari kisah-kisah yang terdapat Al-Quran bukanlah wacana pelakunya,
tetapi drama kehidupan yang mereka mainkan. Atas dasar ini pulalah, Muhammad
Abduh mengkritik habis-habisan kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang
banyak menggunakan Israiliyyat sebagai penafsir Al-Quran,
terutama ketika menjelaskan para pelaku kisah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Menurut istilah, qashshashil qur’an ialah kisah-kisah
dalam al-qur’an yang menceritakan ikhwal umat-umat dahulu dan nabi-nabi mereka
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau,masa kini dan masa yang
akan datang. Di dalam al-qur’an banyak diceritakan umat-umat dahulu dan sejarah
Nabi
atau para Rasul
serta ikhwal Negara dan perilaku bangsa-bangsa kaum dahulu.
Macam-macam qashash yaitu, kisah hal-hal ghaib pada masa lalu, kisah hal-hal
ghaib pada masa kini, kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang. Beberapa
faedah dari qashashil Quran yaitu meneguhkan hati Rasulullah dan hati umatnya
dalam menegakkan agama Allah, serta menguatkan kepercayaan orang-orang yang
beriman melalui datangnyabpertolongan Allah dan hancurnya kebatilan beserta
para pendukungnya, menjelaskan prinsip-prinsip dakwah dan pokok-pokok syariat
yang dibawa setiap nabi, membenarkan nabi-nabi terdahulu dan mengingatkan
kembali jejak-jejak mereka, memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad dalam
penuturannya mengenai orang-orang terdahulu.
DAFTAR
PUSTAKA
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta:Pustaka Al- Kautsar,2006)
Rosihon Anwar, Ilmu
Tafsir, (Bandung:Pustaka Setia,2000)
Subscribe to:
Posts (Atom)