cacarian
Friday, February 9, 2018
Hardtaty Ivana : Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Tuna Rungu)
Hardtaty Ivana : Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (Tuna Rungu): TUNA RUNGU Yang dimaksud dengan anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan pelayanan pendi...
Thursday, February 8, 2018
artikel
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peran pendidikan sangat penting dalam
kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses
kehidupan manusia. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan
bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan
negara. Jika sistem pendidikannya berfungsi secara optimal maka akan
tercapai kemajuan yang dicita-citakannya sebaliknya bila proses pendidikan yang
dijalankan tidak berjalan secara baik maka tidak dapat mencapai kemajuan yang
dicita-citakan. Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai
kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun
hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa
depan sangat bergantung pada kontribusinya pendidikan. misalnya sangat yakin
bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari
esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: Manusia membutuhkan
pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang
dikenal dan diakui oleh masyarakat”. Namun didalam dunia pendidikan sendiri
banyak masalah-masalah pendidikan yang dihadapi di era globalisasi ini. Baik
itu masalah yang bersifat internal maupun eksternal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian problematika?
2.
Bagaimana
problematika pendidikan islam modern?
3.
Apa Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Pendidikan Islam?
4.
bagaimana
Solusi Problematika Pendidikan Islam?
C.
. Tujuan masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian problematika.
2.
Untuk mengetahui
problematika pendidikan islam modern.
3.
Untuk mengetahui Faktor-Faktor Timbulnya
Masalah Pendidikan Islam.
4.
Untuk
mengetaui Solusi Problematika Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1.
Pengertian
Problematika
Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu
"problematic" yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang
menimbulkan permasalahan[1]. Sedangkan
yang lainmenyatakan bahwa "problema/problematika merupakan suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan[2].
Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika adalah berbagai persoalan
yang belum dapat terselesaikan, hingga terjadi kesenjangan antara harapan dan
kenyataan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari
individu Guru maupun dalam upaya pemberdayaan masyarakat Islami secara langsung
dalam masyarakat. Dan Berarti problematika pendidikan islam adalah
masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
B. Poblematika
pendidikan islam modern
Ketertinggalan pendidikan Islam salah satunya dikarenakan oleh
terjadinya penyempitan terhadap pemahaman pendidikan Islam yang hanya berkisar
pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atauaspek
kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani.
Oleh karena itu, akan tampak adanya perbedaan dan pemisahan antara
yang dianggap agama dan bukan agama, yang sakral dengan yang profan, antara
dunia dan akhirat. Cara pandang yang memisahkan antara yang satu dengan yang
lain ini disebut sebagai cara pandang dikotomi. Adanya dikotomi inilah yang
salah satu penyebab ketertinggalan pendidikan Islam. Hingga kini
pendidikan Islam masih memisahkan antaraakal dan wahyu, serta pikir dan
zikir. Hal ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan pola fikir, yaitu
kurang berkembangnya konsep humanisme religius dalam dunia pendidikan Islam,
karena pendidikan Islam lebih berorientasi pada konsep ‘abdullah (manusia
sebagai hamba), ketimbang sebagai konsep khalifatullah (manusia sebagai
khalifah Allah).
1.
Masalah Mendasar
a.Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Sekularisme adalah suatu paham yang memisahkan antara dunia dan
akhirat, kehidupan dunia dan agama, pengalaman agama adalah masalah pribadi. Jarang
ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah sistem yang
sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.”
Tapi perlu diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti
agama. Tidak selalu anti “iman” dan anti “taqwa”. Sekularisme itu hanya menolak
peran agama untuk mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Jadi,
selama agama hanya menjadi masalah pribadi dan tidak dijadikan asas untuk
menata kehidupan publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem
pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekular, walaupun para individu
pelaksana sistem itu beriman dan bertaqwa (sebagai perilaku individu).
Sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah
sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara
lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan
jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: “Jenis pendidikan
mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan
khusus”.
Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu
pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomi semacam ini
terbukti telah gagal melahirkan manusia yang berkepribadian Islam sekaligus
mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan
agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh
Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah
menengah, kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai
tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan
bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius.
Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang perannya sangat
minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan.
2. Permasalahan lain
Masalah-masalah cabang yang dimaksud di sini, adalah segala masalah
selain masalah paradigma pendidikan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pendidikan. Masalah-masalah cabang ini tentu banyak sekali macamnya, di
antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
a.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi Yang Tidak
Memperhatikan Masalah Agama
Pendidikan Islam saat ini menghadapi masalah serius yang
berkaitan dengan perubahan masyarakat yang terus menerus semakin cepat,
lebih-lebih perkembangan ilmu pengetahuan yang hampir tidak
memperdulikan sistem suatu agama.
Kondisi sekarang ini, pendidikan Islam berada pada posisi
determinisme historik dan realisme. Dalam artian bahwa, satu sisi umat Islam
berada padaromantisme historis di mana mereka bangga karena pernah memiliki
para pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan besar danmempunyai kontribusi yang
besar pula bagi pembangunan peradaban dan ilmu pengetahuan dunia sertamenjadi
transmisi bagi khazanah Yunani, namun di sisi lain mereka menghadapi
sebuahkenyataan, bahwa pendidikan Islam tidak berdaya dihadapkan kepada realitas
masyarakatindustri dan teknologi modern. Hal ini pun didukungdengan pandangan
sebagian umat Islam yang kurangmeminati ilmu-ilmu umum dan bahkansampai pada
tingkat “diharamkan”.
b.
Terjadi Pemilahan Antara Ilmu Umum dan Ilmu Agama
Terjadinya pemilahan-pemilahan antara ilmu umum dan ilmu agama
inilah yang membawa umat Islam kepada keterbelakangan dan kemunduran peradaban,
lantaran karena ilmu-ilmu umum dianggap sesuatu yang berada di luar Islam dan
berasal dari non-Islam. Agama dianggap tidak ada kaitannya dengan ilmu, begitu
juga ilmu dianggap tidak memperdulikan agama, padahal sesungguhnya semua ilmu
berasal dari al-Quran. Begitulah gambaran praktik kependidikan dan aktivitas
keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan
dan dirasakan oleh masyarakat. Sistem pendidikan Islam yang ada hanya
mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Di sisi lain, generasi muslim yang menempuh
pendidikan di luar sistem pendidikan Islam hanya mendapatkan porsi kecil dalam
hal pendidikan Islam atau bahkan sama sekali tidak mendapatkan ilmu-ilmu
keislaman.
c.
Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan
tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar
rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak
sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
d.
Rendahnya Kualitas Guru
Walaupun guru bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan
pendidikan tetapi guru merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi,
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada
kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
e.
Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. . Dengan pendapatan yang masih kurang,
banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di
sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie
rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Dan itu semua
mengganggu terhadap efektifitas pembelajaran.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya
Masalah Pendidikan Islam
Masalah pendidikan Islam timbul karena dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal.
1.Faktor internal
· Meliputi
manajemen pendidikan Islam yang pada umumnya belum mampu menyelenggarakan
pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas. Hal ini
tercermin dari kalah bersaing dengan sekolah-sekolah yang berada di bawah
pembinaan Departemen Pendidikan Nasional [Diknas] yang umumnya dikelola secara
modern.
· Faktor
kompensasi profesional guru yang masih sangat rendah. Para guru yang merupakan
unsur terpenting dalam kegiatan belajarmengajar, umumnya lemah dalam penguasaan
materi bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum, ketrampilan
mengajar, manajemen keles, dan motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena sistem
pendidikan Islam kurang kondusif bagi pengembangan kompetensi profesional guru.
· Adalah
faktor kepemimpinan, artinya tidak sedikit kepala-kepala madrasah yang tidak
memiliki visi, dan misi untuk mau ke mana pendidikan akan dibawa dan
dikembangkan. Kepala madrasah seharusnya merupakan simbol keunggulan dalam
kepemimpinan, moral, intelektual dan profesional dalam lingkungan lembaga
pendidikan formal, ternyata sulit ditemukan di lapangan pendidikan Islam. Pimpinan
pendidikan Islam bukan hanya sering kurang memiliki kemampuan dalam membangun
komunikasi internal dengan para guru, melainkan juga lemah dalam komunikasi
dengan masyarakat, orang tua, dan pengguna pendidikan untuk kepentingan
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Biasanya pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan birokratis daripada pendekatan kolegial profesional.
Mengelola pendidikan bukan berdasar pertimbangan profesional, melainkan
pendekatan like anddislike (Mahfudh Djunaidi, 2005), dengan
tidak memiliki visi dan misi yang jelas.
2.Faktor eksternal
· Adanya perlakuan diskriminatif
pemerintah terhadap pendidikan Islam. Pemerintah selama ini cenderung
menganggap dan memperlakukan pendidikan Islam sebagai anak tiri, khususnya soal
dana dan persoalan lain. Katakan saja, alokasi dana yang diberikan pemerintah
sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan yang berada di lingkungan Diknas
(Mahfudh Djunaidi, 2005). Maka, terlepas itu semua, apakah itu urusan Depag
atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan Islam tidak
terjadi kesenjangan, toh pendidikan Islam juga bermisi untuk mencerdaskan
bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh pendidikan umum.
· Dapat dikatakan bahwa
paradigma birokrasi tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh
pendekatan sektoral dan bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak
dianggap bagian dari sektor pendidikan, lantaran urusannya tidak di bawah
Depdiknas. Beberapa indikator yang menunjukkan kesenjangan ini yaitu mulai dari
tingkat ketersediaan tenaga guru, status guru, kondisi ruang belajar, tingkat
pembiayaan (unit cost) siswa, hingga tidak adanya standardisasi mutu pendidikan
Islam, karena urusan pendidikan Islam tidak berada di bawah Depdiknas (Abdul
Aziz, Kompas, 2005), dan lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap
prodak atau lulusan pendidikan Islam.
· Adalah adanya diskriminasi
masyarakat terhadap pendidikan Islam. Secara jujur harus diakui, bahwa
masyarakat selama ini cenderung acuh terhadap proses pendidikan di madrasah
atau sekolah-sekolah Islam. Rata-rata memandang pendidikan Islam adalah pendidikan
nomor dua dan biasanya bila menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam
merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga
pendidikan di lingkungan Diknas (M Dahriman, 2005).
D. Solusi Problematika Pendidikan Islam
Solusi Problematika Pendidikan Islam saat ini mencermati kenyatan
tersebut, maka mau tidak mau persoalan konsep dualisme-dikotomik pendidikan
harus segera ditumbangkan dan dituntaskan, baik pada tingkatan
filosofis-paradigmatik maupun teknis departementel. Pemikiran filosofis menjadi
sangat penting, karena pemikiran ini nanti akan memeberikan suatu pandangan
dunia yang menjadi landasan idiologis dan moral bagi pendidikan.
a)
Solusi
Problem Mendasar: Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Penyelesaian problem mendasar tentu harus dilakukan secara
fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara
menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi
paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.
Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah
mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang benar agar
bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu
diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap berada di jalan
yang salah. Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil
itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam.Artinya, setelah masalah
mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan
diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan
kesejahteraan guru.
b)
Solusi
masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada,
dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.
Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU
Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan
Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem
pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling
prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur
kurikulum.
Solusi terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
tidak memperhatikan masalah agama
Untuk menyelesaikan masalah ini, penulis kira pendidikan islam
harus segera menguasai pendidikan berbasis teknologi, agar pendidikan islam
tidak jauh tertinggal dalam pendidikan.
c)
Solusi
tentang pemisahan antar ilmu dan agama
Pemisahan antar ilmu dan agama hendaknya segera dihentikan dan
menjadi sebuah upaya penyatuan keduannya dalam satu sistem pendidikan
integralistik. Namun persoalan integrasi ilmu dan agama dalam satu sistem
pendidikan ini bukanlah suatu persoalan yang mudah, melainkan harus atas dasar
pemikiran filosofis yang kuat, sehingga tidak terkesan hanya sekedar tambal
sulam. Langkah awal yang harus dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan
adalah merumuskan “kerangka dasar filosofis pendidikan” yang sesuai dengan
ajaran Islam, kemudian mengembangkan secara “empiris prinsip-prinsip” yang
mendasari terlaksananya dalam konteks lingkungan (sosio dan kultural) Filsafat
Integralisme (hikmah wahdatiyah) adalah bagian dari filsafat Islam yang menjadi
alternatif dari pandangan holistik yang berkembang pada era postmodern di
kalangan masyarakat barat.
Inti dari pandangan hikmah wahdatiyah ini adalah bahwa yang mutlak
dan yang nisbi merupakan satu kesatuan yang berjenjang, bukan sesuatu yang
terputus sebagaimana pandangan ortodoksi Islam. Pandangan Armahedi Mahzar,
pencetus filsafat integralisme ini, tentang ilmu juga atas dasar asumsi di
atas, sehingga dia tidak membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu Tuhan
dan ilmu skular, ilmu dunia dan ilmu akhirat. Dari pandangan dia tentang
kesatuan tersebut juga akan berimplikasi pula pada pemikiran Armahedi pada permasalahan
yang lain, termasuk juga pendidikan Islam.
Bagi
Armahedi, pendidikan Islam haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh atau
integral. Baginya, manusia-manuisa saat ini merupakan produk dari pemikiran
Barat Modern yang mengalami suatu kepincangan, karena merupakan suatu
perkembangan yang parsial. Peradaban Islam adalah contoh lain. Keduanya dapat
ditolong dengan membelokkan arah perkembangannya ke arah perkembangan yang
evolusioner yang lebih menyeluruh dan seimbang. Hanya ada beberpa sisi saja
dari kehidupan manusia yang dikembangkan. Begitu juga halnya dengan masyarakat
yang ada, pada hakikatnya adalah cerminan dari satu sistem pendidikan yang ada
saat itu.
Masyarakat
saat ini adalah masyarakat materialis yang dapat dibina dengan menggunakan
suatu mesin raksasa yang bernama teknostrutur. Di sini ada satu link yang
hilang, yaitu spiritualisme. Dengan demikian, pendidikan sebagai produksi
sistem ini haruslah mengembangkan seluruh aspek dari manusia dan masyarakat
sesuai dengan fitrah Islam, yaitu tauhid.
Pandangan
filosofis inilah yang menjadikan pentingnya kajian terhadap pemikiran Armahedi
Mahzar tentang sistem pendidikan Islam integratif, karena permasalahan
pendidikan sebenarnya terletak pada dua aspek, filosofis dan praktis. Persoalan
filosofis ini yang menjadi landasan pada ranah praktis pendidikan. Ketika ranah
filosofis telah terbangun kokoh, maka ranah praktis akan berjalan secara
sistematis. Dengan demikian, filsafat integralisme atau hikmah wahdatiyah nantinya
akan menjadi landasan idiologis dalam pengembangan sistem pendidikan
integratif.
d)
Rendahnya
sarana fisik, Rendahnya kualitas guru dan kesejahteraan guru
Untuk mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar
ada dua solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan Islam. Seperti
diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam
konteks sistem ekonomi kapitalisme yang berprinsip antara lain meminimalkan
peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang
menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik dan kesejahteraan
guru berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat
kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem
ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan
dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah
yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis
yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada
upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya
kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan,
juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas
guru.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis
yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru.
BAB
III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
A. Problematika
pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan islam.
B. Poblematika
pendidikan islam modern
1)
Masalah
Mendasar
·
Sekularisme
sebagai Paradigma Pendidikan
2)
Permasalahan
lain
·
perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang tidak memperhatikan masalah agama
·
pemisahan
antar ilmu dan agama
·
Rendahnya
sarana fisik
·
Rendahnya
kualitas guru dan
·
Kesejahteraan
guru
C. Solusi
Problematika Pendidikan Islam
§ Solusi Problem Mendasar: Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan.
§ Solusi terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
tidak memperhatikan masalah agama
§ Solusi tentang pemisahan antar ilmu dan agama
§ Rendahnya sarana fisik, Rendahnya kualitas guru dan Kesejahteraan
guru
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasmiyati Gani, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Quantum
Teaching Ciputat Press Group, 2008
Daulay, Haidar Putra, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara,
Jakarta : Rineka Cipta, 2009
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam : mengurai benang kusut
dunia pendidikan,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis,
Teoritis, dan Praktis,Jakarta : Ciputat Pers, 2002
Rembangy, Musthofa, Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis
Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, Yogyakarta : Teras,
2010
SM, Isma’il, Strategi Pembelajaran Islam Berbasis PAIKEM :
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Semarang :
Rasail, 2008
Tantowi, Ahmad, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global,
Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009
Wahid, Abdul, Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Semarang :
Need’s Press, 2008
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jogjakarta : Gigraf
Publishing,
Subscribe to:
Posts (Atom)