cacarian

Monday, January 2, 2017

makalah filsapat jurusan PAI A/9

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Tradisi pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagi pengembangan budaya Barat dengan implikasi yang sangat luas dan men dalam di semua segi dari seluruh lini kehidupan. Memahami tradisi pemikiran Barat sebagaimana tercermin dalam pandangan filsafatnya merupakan kearifan tersendiri, karena kita akan dapat melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan menemukan sisi-sisi negatifnya untuk tidak kita ulangi.
Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat Barat memiliki empat periodisasi. Periodisasi ini didasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani kuno adalah ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman ini disebut kosmosentris. Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini di sebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani, akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya. Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad Pertengahan. Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut. Keempat, adalah Abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema sentral diskursus filsafat.

B.     Rumusan masalah 
1.      Apa itu filsafat modern idealisme ?
2.      Apa itu filsafat modern kritisme ?
3.      Apa itu filsafat modern neo kantialisme ?


C.    Tujuan Permasalahan
1.      Mengetahui tentang filsafat modern idealisme !
2.      Mengetahui tentang filsafat modern kritiesme !
3.      Mengetahui tentang filsafat modern neo kantaliesme !




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    IDEALISME
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat yang menganggap bahwa realitas ini terdiri roh atau jiwa,ide-ide,pikiran atau sejenis nya dengan itu.idealisme juga berpandangan bahwa kenyataan akhir yang sungguh  nyata adalah pikiran (idea) dan bukanlah benda di luar pikiran kita (materi),Benda yang diluar pikiran itu seperti alam, masyarakat, alat-alat dan lain lain.Alasan yang terpenting dari aliran ini ialah manusia menganggap roh atau sukma itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaannya saja.Kalau dibandingkan dengan aliran materialisme ternyatalah bahwa kalau aliran materialisme berusaha menerangkan hakikat dunia dengan melihat badannya, maka aliran idealisme berusaha menerangkan hakikat yang menggerakkan manusia ini selama hidupnya dan bagaimana gerakan itu sesudah manusia mati. Bagi penganut idealisme materi itu sebenarnya tidak ada.
 Idealisme melihat segala kenyataan ini termasuk kenyataan manusia sebagai roh. Roh itu bukan saja menguasai manusia perseorangan, tetapi roh juga yang menguasai kebudayaan. Kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita dan cita-cita itu adalah rohani. Karena itulah aliran ini dapat disebut idealisme. Idealisme dapat mencakup pengertian akal, kesadaran dan cita-cita di samping pengertian jiwa atau sukma
Pelopor Idealisme J.G. Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854), G.W.F Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860).Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman yang mengatakan bahwa ,filsafat ialah pemilihan antara moral idealisme dan moral materismea.subtansi materialisme menurut Fichte adalah naluri, kenikmatan yang tak bertanggung jawab, bergantung pada keadaan, sedangkan idealisme ialah kehidupan yang bergantung pada diri sendiri. Bagi seorang idealis ,hukum moral ialah setiap tindakan harus merupakan langkah yang menuju kesempurnaan spiritual. Itu hanya dapat dicapai pada masyarakat yang anggota–anggotanya yang bebas merealisasi diri mereka dalam kerja untuk masyarakat.Pada tingkat yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul pada kasih tuhan. Friedrich Wilhelm Joshep Schelling Dalam pandangan nya, realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis, akan tetapi berbeda dari berbagai hal dari Hegel.Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist (roh ; spirit) suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai “World of Spirit (Dunia roh) yang menempat ke dalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esinsi manusia dan jua esinsi sejarah manusia.

B.     KRITISME
Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, setelah Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan atau peradaban manusia.
Gerakan  ini dimulai di Inggris, kemudian ke Prancis, dan selanjutnya menyebar ke seluruh Eropa, termasuk ke Jerman. Di Jerman pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme semakin berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber  pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau empiri?
Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan diatas. Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh empirisme.Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkandung skeptisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.
 Kant berusaha menawarkan perspektif baru dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap pertikaian itu dia menulis 3 bukunya berjudul : Kritik der Reinen Vernunft (Kritik atas Rasio Murni), Kritik der Praktischen Vernunft (Kritik atas Rasio Praktis), dan Kritik der Urteilskraft (Kritik atas Daya Pertimbangan).
 “Kritik der reinen Vernunft” (Kritik atas Rasio Murni) tahun 1781 Dalam kritik ini, antara lain Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian baru. Untuk itu ia terlebih dulu membedakan adanya tiga macam putusan. Pertama, putusan analitis apriori; di mana predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang). Kedua, putusan sintesis aposteriori, misalnya pernyataan “meja itu bagus”, di sini predikat dihubungkan dengan subjek berdasarkan pengalaman indrawi. Ketiga, putusan sintesis apriori: di sini dipakai sebagai suatu sumber pengetahuan yang kendati bersifat sintetis, namun bersifat apriori juga. Misalnya, putusan yang berbunyi “segala kejadian mempunyai sebabnya”. Putusan ini berlaku umum dan mutlak (jadi apriori), namun putusan ini juga bersifat sintetis dan aposteriori, Sebab di dalam pengertian “kejadian” belum dengan sendirinya tersirat pengertian “sebab”. Maka di sini baik akal ataupun pengalaman indrawi dibutuhkan serentak. Ilmu pasti, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun atas putusan sintetis yang bersifat a priori ini. Menurut Kant, putusan jenis ketiga inilah syarat dasar bagi apa yang disebut pengetahuan (ilmiah) dipenuhi, yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru.
“Kritik der Praktischen Vernunft ” (Kritik atas Rasio Praktis) tahun 1788. Dalam kritik atas rasio praktis, Kant berusaha menemukan bagaimana pengetahuan moral itu terjadi. Pengetahuan moral, misalnya dalam putusan “orang harus jujur”, tidak menyangkut kenyataan yang ada (das Sein), melainkan kenyataan yang seharusnya ada (das Sollen). Pengetahuan macam ini bersifat apriori sebab tidak menyangkut tindakan empiris, melainkan asas – asas tindakan. Kritik atas rasio praktis ini melahirkan etika.
 “Kritik der Urteilskraft” (Kritik atas Daya Pertimbangan) tahun 1790 Kritik atas Daya Pertimbangan terdiri dari sebuah pendahuluan. Bagi Kant, dalam pengenalan indrawi selalu sudah ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subjek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subjek yang mengindra, tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesis antara yang di luar (aposteriori) dan ruang waktu (a priori).
Akhirnya, Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dicobanya menggunakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme). Ibarat burung terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan udara (empirii).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya.
Ciri-ciri kritisisme diantarnya adalah sebagai berikut:
• Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
• Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja.
                                                                
C.     NEO- KANTIALISME
Setelah materialisme pengaruhnya merajalela, para murid Kant mengadakan gerakan lagi. Banyak filosof Jerman yang tidak puas terhadap Materialisme, Positivisme, dan Idealisme. Gerakan ini disebut Neo-Kantialisme. Tokohnya antara lain Wilhelm Windelband (1848-1915), Herman Cohen (1842-1918), Paul Natrop (1854-1924), Heinrich Reickhart (1863-1939).
Herman Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya pada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu baru dikatakan ‘ada’ apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, ‘ada’ dan ‘dipikirkan’ adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan pikiran. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person, tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia.
 Sedangkan menurut Wilhelm Windelband pemikiran Neo-kantianisme yaitu ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan dibagi 2 macam yaitu ilmu pengetahuan alam yaitu ilmu pengetahuan yang obyeknya adalah fenomena-fenomena yang dapat diulangi terus menerus dan hanya merupakan suatu kasus yang menyangkut suatu hukum alam, sedangkan ilmu pengetahuan budaya yang mempunyai ciri bersifat individu,etnik dan satu kali terjadi (einmaligh).
Pemikiran Neo-kantianisme menurut Paul Natorp yaitu Mengetahui adalah berpikir. Berpikir itu menetapkan, mendeterminasikan, demikian juga pengamatan berdasarkan penetapan pikiran dan Tidak ada pengamatan di luar aspek kuantitas, kualitas dan relasi. Objek tidak di luar, melainkan dialam pikiran.
Neo-kantianisme menurut Heinrich Reickhart Pertama orang harus mempertimbangkan, barulah orang tahu apa yang disebut kenyataan dan bukan sebaliknya.
Istilah Neo-kantianisme dipandang searti dengan kritikisme yang bergerak dalam dua aliran, yaitu realisme dan  prakmatisme, Pemikirannya lahir untuk mencari peranan yang dimainkan oleh akal budi manusia dalam proses mengetahui, dan nilai yang dapat dilekatkan kepada usaha mengetahui, dan mencari hubungan antara usaha mengetahui ini dengan dunia-luar. Pokok pembahasan neo-kantianisme membahasa teori pengetahuan yang harus dapat menerangkan bentuk-bentuk pengetahuan yang berbeda-beda, seperti: pengetahuan sehari-hari, pengetahua dalam ilmu pengetahuan positif dan filsafat, pengetahuan dalam moral serta pengetahuan estetik dalam agama serta teologi.
Ilmu-ilmu mempelajari bermacam-macam objek. Tapi ilmu itu sendiri menjadi objek bagi renungan filsafat. Kaum Neo-kantian menyatakan mereka bukan realis dan mereka menolak metafisika yang lama. Mereka menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang melanjutkan kant,sebagai ahli-warisnya dan dalam beberapa hal juga menjadi pengoreksi kant.
Lapangan yang dimasuki ilmu adalah lapangan yang terbatas yaitu berupa keseluruhan dari peristiwa-peristiwa. Dengan mempergunakan pengertian-pengertian akal tidak mudah membuat orang membuat gambaran dan memperoleh pengetahuan dari dunia yang sebenarnya. Dalam pusat perhatian kaum Neo-kantian muncul pertanyaan akan kebenaran,yaitu kebenaran menurut ilmu. Dalam pertanyaan kaum Neo-kantian mempunyai pertimbangan. Pertimbangan bukanlah sesuatu yang ada diluar diri yang mempertimbangkan, melainkan adalah kegiatan (aktivitet) dari diri yang mempertimbangakan itu. Bukan kenyataan dalam arti seperti ini yang menentukan pertimbangan, melainkan pertimbangan itu yang menentukan kenyataan.
Pertimbangan atau lebih tepat mempertimbangkan itu adalah aktivitet, kegiatan dari fikiran. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan batu tidak mempertimbangkan,tetapimanusia mempertimbangkan tentang semua itu. Jika sebuah pertimbangan itu ditaruh dalam pusat penyelidikan filsafat. Artinya dengan menaruh hal berfikir ditengah-tengah. Berfikir ialah berfikir yang menurut logika, berfikir yang menurut ilmu, berfikir menurut metode.
Dapat pula disebut bahwa aliran filsafat Neo-kanntianisme itu bersifat subyektif, seperti kata Heinemann. Subyektivisme adalah pengertian yang umum dan samar-samar, yang dapat diartikan berlain-lain.seperti yang dikatakan oleh bochenski kaum  Neo-kantian tidak pernah mengatakan,bahwa dunia itu adalah terletak dalam kepala orang yang memikirkannya dan mereka tidak pernah memikirkan dan berkata bahwa dunia itu dari pendirian satu-satu individu.
Subyektif yang menjadi pokok pangkal pikiran bagi kaum Neo-kantian bukanlah subyektif individu,melayinkan subyektif umum,seperti yang dimaksud oleh kant. Subyektif bukanlah suatu tong atau arus dari bermacam isi seperti kesan, penginderaan, tanggapan dan ide yang senantiasa silih-berganti dan berdesakan, melainkan keseluruhan, suatu rangkaian prinsip-prinsip formil, suatu rangkaian asas-asas bentuk apriori. Orang yang menanyakan dasar dari kebenaran dan dari obyektif dan kepastian keilmuan, maka orang itu tidak akan terbentur pada isi, melainkan pada bentuk dan bentuk-bentuk dapat ditinjau lepas dari pertanyaan isi apa yang terkandung didalamnya.
Kaum Neo-kantian adalah kaum idealis transendental. Mereka tidak menggunakan metode penyelidikan secara empiris yang bersandar kepada peristiwa-peristiwa pengalaman,melainkan metode transendental. Metode transendental harus menjelaskan ketentuan-ketentuan yang menjadu suatu syarat muutlak untuk terjadinya pengalaman empiris itu sendiri. Ketentuan-ketentuan itu sendiri tidak bisa didapat dari pengalaman, oleh karena itu, tidak munkin ketentuan-ketentuan itu bisa menimbulkan pengalaman.




                                                                     






BAB III
Penutup

A.    Kesimpulan
Filsafat zaman modern adalah pengetahuan yang tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama,Tidak juaga dari penguasa tetapi dari manusia sendiri.
            Pada fisafat modern yang beraliaran Idealisme adalah salah satu aliran filsafat  yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Aliran Kristisme muncul abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman Pencerahan (Aufklarung). Zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Aliran neo-Kantialisme.tokohnya antara lain Herman Cohen yang  memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya pada otoritas akal manusia untuk mencipta Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu baru dikatakan ‘ada’ apabila terlebih dahulu dipikirkan. Artinya, ‘ada’ dan ‘dipikirkan’ adalah sama sehingga apa yang dipikirkan akan melahirkan pikiran.
B.   Saran
Dari makalah yang telah kami susun ini,semoga bermanfaat bagi kita semua, baik dari kalangan mahasiswa ataupun umat muslim di Negara kita ini.







DAFTAR PUSTAKA
Achmadi Asmoro, Filsafat Umum, Rajawali Pers,  Jakarta:2013.A. Wiramihardja Sutardjo, Pengantar Filsafat, Refika Aditama, Bandung:2006.Abdul Hakim, Atang., dan Beni Ahmad Saebani. (2008). Filsafat Umum ”dari Metologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia.Sudarsono, Drs. (1993). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rineka Cipta.


No comments:

Post a Comment